Skip to main content

Grup Seni Wayang Kulit Fu Hsing Ko

  • Tanggal:2023-07-17
Grup Seni Wayang Kulit Fu Hsing Ko

Grup Seni Wayang Kulit Fu Hsing Ko (Fu Hsing Ko Shadow Puppet Troupe) yang berlokasi di distrik Mituo Kota Kaohsiung, semula bernama “Grup Seni Wayang Kulit Xin Shing” (Hsin Hsing Shadow Puppet Troupe) yang dirintis oleh Chang Ming-sou (張命首) (1903~1981), merupakan satu-satunya seni grup seni wayang kulit warisan guru ke muridnya. Pada awalnya Chang Ming-sou berguru dengan seniman wayang kulit, ia sangat menguasai beragam alat musik pengisi seni pertunjukan wayang kulit seperti drum, gong, senar, suona, dan banzai, demi membangun dasar kemampuan musik drama dan aksi laga dalam pertunjukan wayang kulit maka ia mempelajari "4 naskah populer" tentang sastra klasik wayang kulit seperti "Tsai Po-chieh (蔡伯喈)", "Su Yun (蘇雲)", "Cutting Thigh Meat (割股)" dan "White Yingge (白鶯歌)".


Pada tahun 1939, penerus generasi kedua Fu Hsing Ko Shadow Puppet Troupe (1923~2002), Hsu Fu-neng (許福能) berguru dengan Chang Ming-sou dan menikah dengan putri Chang Ming-sou pada tahun 1955. Pada masa lalu opera tradisional Taiwan yang terwariskan didominasi kelompok seni keluarga, sebagian besar tidak berharap ketrampilan keluarga yang menjadi sumber nafkah dibagikan kepada pihak luar, karena Chang Ming-sou hanya memiliki 3 putri, ia tidak ikhlas apa yang dipelajari sepanjang hidupnya terputus, maka pada tahun 1959 grup seni opera ini diserahkan kepada muridnya yang sekaligus adalah menantunya. Kemudian Hsu Fu-neng meregister pendirian grup seni ini secara resmi dan mengubah nama grup menjadi "Grup Seni Wayang Kulit Fu Hsing Ko (復興閣皮影戲團)".


Hsu Fu-neng sangat menguasai situasi baik di atas maupun di balik panggung, termasuk repertoar "4 naskah populer", karena ia sangat berkonsentrasi pada seni wayang kulit, banyak lagu-lagu yang terlupakan oleh para seniman wayang kulit akan tetapi ia mampu melantunkannya dengan baik, mampu menampilkan pertunjukan opera dengan lancar, menghidupkan karakter pemeran dengan nyata. Ia bersama pendalang wayang potehi ternama Li Tien-lu (李天祿) dan seniman pertunjukan boneka Lin Tsan-cheng (林讚成) dijuluki sebagai Tiga Besar dalam opera tradisional Taiwan. Sejak tahun 1969, dalam upaya Hsu Fu-neng mempromosikan wayang kulit, ia mematahkan tradisi wayang kulit yang tidak diwariskan kepada pihak luar. Hsu Fu-neng aktif bekerja sama dengan pusat kebudayaan, sekolah dan organisasi masyarakat dan mengajari dan berupaya mewariskan semua ketrampilan seni wayang kulit kepada generasi muda. Hsu Fu-neng kerap kali mendapat undangan dari berbagai institusi akademik untuk membimbing siswa memproduksi wayang kulit dan mengajarkan teknik tampil di atas panggung. Hsu Fu-neng yang sering tampil di Eropa dan Amerika mengatakan, ingin memperkenalkan keindahan wayang kulit ke setiap pelosok dunia dan memperluas visibilitas seni pertunjukan wayang kulit. Lin Tsan-cheng pernah menjadi dosen di Taipei National University of the Arts, ia memiliki siswa yang tersebar di seluruh Taiwan, masih ada siswa dari Prancis yang datang ke Taiwan untuk berguru dengannya. Hsu Fu-neng meraih penghargaan perorangan yang diberikan dari Kementerian Pendidikan pada tahun 1986 sebagai keyakinan atas pengabdiannya dalam pengembangan dan penyebarluasan seni pertunjukan wayang kulit; sedangkan Grup Seni Wayang Kulit Fu Hsing Ko mendapat penghargaan warisan nasional pada tahun 1991. 


Penerus generasi ketiga Hsu Fu-chu (許福助) melanjutkan peranan utama dari grup ini pada tahun 1999 karena Hsu Fu-neng tidak memiliki keturunan untuk diwariskan. Untuk memenuhi harapan dan permintaan seniornya maka dua tahun kemudian Hsu Fu-chu menjabat sebagai ketua grup secara resmi. Hsu Fu-chu berusia 30 tahun baru belajar seni wayang kulit dengan seniornya Hsu Fu-neng dan menjadi asisten selama 20 – 30 tahun. Pertama kali ia berkonsentrasi mempelajari alat musik di balik panggung, semua alat musik dikuasainya seperti drum, gong, huqin, sanxian, kemudian berlanjut mempelajari ketrampilan mengukir wayang, menyanyi dan memainkan wayang. Hsu Fu-chu mengatakan, "Sekarang sulit menampilkan pertunjukan, tidak sebanding dengan zaman dulu." Di masa lalu seorang seniman wayang kulit hanya memainkan peranannya berdasarkan kisah sejarah, kemudian memainkan perubahan, pertunjukan wayang kulit perlu berinovasi dan melakukan perubahan maka dari itu perlu melepaskan diri dari tradisi lama, berupaya mengembangkan wayang berbentuk hewan, menampilkan rupa dan gerakan hewan yang terlihat riil dan sangat hidup, hampir setiap ajang pertunjukan ada karakter hewan sehingga semakin banyak kelompok anak muda bersedia menyaksikan pertunjukan wayang kulit.


Wayang kulit Taiwan diturunkan dari Tiongkok, lagu-lagunya berasal dari Guangdong, Chaozhou dan melalui Fujian disebarkan ke Taiwan. Wayang kulit Tiongkok telah berkembang pesat pada masa Dinasti Song, dari Tiongkok berimigrasi ke Taiwan sejak masa Dinasti Qing, mungkin para dalang wayang kulit ada yang datang dari kawasan Fujian, Quanzhou, dan Zhangzhou. Sejumlah besar naskah di masa Dinasti Qing memperlihatkan perkembangan pesat wayang kulit di Taiwan, khususnya Kaohsiung dan Pingtung, terlihat pertunjukan boneka yang hanya ditampilkan dalam 3 warna utama yaitu hitam, merah dan hijau, bentuk rupanya juga sederhana, dengan mengutamakan lampu minyak sebagai alat untuk menyorotkan bayangan wayang di layar. 


Setelah munculnya stasiun pertelevisian dan film, seni wayang kulit dan drama tradisional rakyat lainnya secara perlahan-lahan menjadi berkurang. Untuk merespons perubahan lingkungan drama opera Taiwan, Grup Seni Wayang Kulit Fu Hsing Ko bertransformasi secara bertahap, sekuat tenaga berupaya untuk mengembangkan dan mempromosikan pendidikan dan pertunjukan budaya, tidak henti-hentinya menggelar pertunjukan keliling dan mengundang seniman memberikan ceramah. Selain melalui pertunjukan seni pemerintahan resmi, Grup Seni Wayang Kulit Fu Hsing Ko mendatangi lembaga akademik, berharap dapat menanamkan akar yang kuat, memenuhi undangan dari dinas kebudayaan pemerintah daerah, sekolah menengah pertama dan sekolah dasar untuk mengajarkan seni wayang kulit agar masyarakat dapat berinteraksi dan semakin mengenal jenis kesenian tradisional ini.