Skip to main content

Seniman – Yuma Taru

  • Tanggal:2024-04-26
Seniman Yuma Taru

Yuma Taru, terlahir dari ibu seorang suku penduduk adat Atayal dan ayah seorang Han, ia memiliki identitas Atayal yang kental berasal dari nenek yang merawat dan membesarkannya. Sebelum kembali dan tinggal di perkampungannya, Yuma Taru sempat bekerja di instansi pemerintah. Sekembalinya di perkampungan, ia menemukan adanya kesenjangan yang besar dalam budaya Atayal, hampir tidak ada orang dalam perkampungannya menggunakan alat tenun lagi, ditambah dengan para tetua satu per satu meninggal dunia. Jika tidak ada orang yang diwariskan, maka dikhawatirkan ketrampilan suku Atayal dalam menenun dan mencelup akan lenyap, oleh karena itu Yuma Taru mulai untuk membuka jalan pewarisan budaya.  


Yuma Taru membentuk “Lihang Studio” di perkampungan Xiangbi - Miaoli, mengajarkan menenun kepada para perempuan komunitas tetangga daerah aliran sungai Daan, agar setelah para perempuan mempelajarinya dapat kembali ke perkampungan sendiri. Dari sini ada beberapa orang yang mendirikan loka karya, ada yang melanjutkan belajar, dan ada yang ikut dalam kompetisi atau mengajukan diri menjadi seniman di desa seni, sehingga penyebaran benih budaya lebih luas dan jauh.


“Lihang Studio” tidak saja mewariskan tenun tetapi mewariskan tugas kebudayaan secara keseluruhan seperti bahasa, lagu rakyat, ritual dan lainnya, memperluas cakrawala pembangunan nasional, serta menciptakan kembali budaya Atayal secara fisik. Sementara masalah ekonomi yang dihadapi juga menjadi peluang Yuma Taru untuk bekerja sama dengan museum dalam menciptakan seni publik. Setelah pendapatan dan pengeluaran berimbang (Break Even Point) maka mampu menghidupi tim kerjanya, juga melalui perpaduan teknik celup dan tenun serta seni, bisa menampilkan spesifikasi dan kreativitas yang berkualiltas tinggi dengan demikian masyarakat umum dapat memahami bahwa budaya suku penduduk adat tidaklah seperti stereotip yang ada sebelumnya, serta memiliki kemungkinan tak terbatas. 


Ia merencanakan sebuah proyek jangka panjang 50 tahun: 10 tahun pertama, terjun ke lapangan perkampungan dan belajar serta mendapat pengalaman dari para tetua. 10 tahun kedua, melatih penenun dalam perkampungan, pada tahun 2016 menerbitkan buku “Teknik Tenun Atayal Daerah Aliran Sungai Daan (大安溪流域泰雅族織布技法書)” cetakan pertama, menggunakan struktur organisasi barat untuk pencatatan mengintegrasikan teknik tenun Atayal, memandu para siswa menenun kain dan mendirikan loka karya, mengajak kaum perempuan di komunitasnya untuk merubah foto hitam putih di baju mereka menjadi berwarna dan tiga dimensi. 10 tahun ketiga, berdedikasi untuk menanamkan akar pendidikan di perkampungan, mengajarkan kanak-kanak untuk menanam beras kecil dan sayur sendiri di halaman sekolah taman kanak-kanaknya, mengajarkan keterampilan hidup seperti menggunakan peralatan pisau, memasak dan ketrampilan lainnya. Memasuki sepuluh tahun keempat, mendedikasi pada penggunaan rami, salah satu bahan tenunan Atayal untuk menciptkan model ekonomi sirkular, menjadikan daun sebagai pakan untuk ayam dan ikan ternak, sementara batang daunnya dijadikan bahan cetak 3 dimensi, serta perencanaan visi.   


Membicarakan penerbitan buku teknik pada tahun 2016, meskipun telah terbentuk catatan yang sistematis, akan tetapi malah membuat cara orang tua zaman dulu menghilang, semua orang menenun dengan cara Yuma dan sudah lupa dengan cara tradisional. Ia mengatakan bahwa hampir setiap air mata membasahi wajahnya pada tahun saat ia menulis buku, menyesali pada tahun itu, karena dirinya merasa benar untuk mengintegrasikan teknik dan pemikiran unik dari para orang tua dan teknik ala barat, yang mana hal ini malah melenyapkan teknik-teknik kuno yang sangat berharga.


Rencana jangka panjang Yuma pada 10 tahun kelima adalah ia masih memiliki energi untuk membangun universitas bagi masyarakat kdi perkampungan, berharap dengan tulus, “Suatu hari nanti karena suku penduduk adat Atayal dapat membuat Taiwan memiliki reputasi internasional, dan karena reputasi internasional ini maka keberadaan suku penduduk adat Atayal dapat terus berlangsung.”


Berbincang tentang bagaimana generasi muda suku penduduk adat mencari identitas diri dalam perkampungannya, Yuma beranggapan bahwa setiap orang harus terlebih dulu mencari dirinya sendiri, baru dapat menetapkan apa yang harus ditingkatkan dari kedalaman dan keluasan yang ada. “Pekerjaan saya adalah membantu agar kelompok komunitas yang berbeda di Taiwan dapat kembali memandang setara satu sama lain, karena tidak ada tinggi atau rendah dalam budaya, hanya saja budaya yang kuat membuat kita tidak dapat memperlihatkan kemampuan kita secara adil.” Ia juga beranggapan bahwa Taiwan harus melepaskan lebih banyak ruang yang ada, dengan demikian barulah komunitas yang berbeda dapat menampilkan budayanya sendiri, agar anak-anak mendapatkan hak budaya dan pendidikan yang layak mereka dapatkan dari lingkungan yang bebas.