Skip to main content

Sanggar Tari TAI Body Theatre

  • Tanggal:2023-11-20
Sanggar Tari TAI Body Theatre

Sanggar Tari TAI Body Theatre yang dirintis oleh Watan Tusi pada tahun 2012. Pada saat berusia 17 tahun, Watan Tusi menyaksikan pertunjukan pertukaran budaya penari Taiwan “Taiwan’s Formosa Aboriginal Song and Dance Troupe (FASDT)” dan kelompok penari suku Maori dari Selandia Baru dan pertunjukan ini memberikan kesan mendalam baginya. Ketika Watan Tusi berusia 18 tahun tanpa ragu dia mendaftarkan diri ikut bergabung dengan kelompok tari Taiwan’s Formosa Aboriginal Song and Dance Troupe (FASDT) dan menjadi ketua kelompok tari pada tahun 2007. Lima tahun kemudian, dia mencoba mewujudkan berbagai kemungkinan untuk mengeksplorasi tarian penduduk asli dan dia sendiri membentuk Sanggar Tari TAI Body Theatre.


Dulunya, latihan Sanggar Tari TAI dilakukan di dalam tenda besi yang terletak di bawah jembatan NungBing di Hualien (花蓮農兵橋), di dalamnya berkumpul penari muda dari berbagai perkampungan penduduk asli Taiwan. Meskipun kelompok penari ini relatif muda, tetapi Watan Tusi yang kaya akan pengalaman dalam berkarya dengan cepat membantu kelompok tari ini menyusun repertoar dan berhasil menciptakan satu karya tarian bertajuk “The Sigh of Body (身體的嘆息)” pada tahun yang sama saat terbentuknya kelompok tari ini. Karya “The Sigh of Body (身體的嘆息)” yang mengadopsi elemen-elemen tarian Taroko dengan dasar koreografi yang memanfaatkan gerakan tubuh dan suara eksperimental, selanjutnya terus melakukan perubahan, perluasan dan perbaikan untuk setiap versi baru.


Pada tahun 2015, karya tarian TAI yang paling representatif adalah “That Dance Beneath the Bridge (橋下跳舞)”, dalam waktu singkat karya ini masuk nominasi dalam penghargaan Taishin Arts Awards ke-14. Ajang pertunjukan ini menekankan bagaimana penduduk asli bertahan dalam kehidupan dari perkampungan beralih ke perkotaan. Watan Tusi memiliki pemikiran yang tajam, tidak mengadopsi elemen lagu rakyat dan kostum yang kerap dipakai dalam sebagian besar pertunjukan penduduk asli, melainkan membiarkan para penari mengenakan rompi yang sederhana, melalui “lagu balada penduduk asli Taiwan ” untuk menonjolkan kerinduan penduduk asli yang tinggal di perkotaan akan kampung halamannya, demi pekerjaan rela berkorban meninggalkan kampung halamannya. 


“Lagu balada penduduk asli Taiwan”, awalnya merupakan lagu balada gubahan dari penduduk asli saat bekerja menebang pohon di atas gunung dan menjadi ungkapan kerinduan bagi mereka yang meninggalkan kampung halaman demi mengais rezeki.


Secara keseluruhan, karya tarian TAI tidak ada yang bersifat negatif tentang keluhan masyarakat sosial, melainkan tarian yang menunjukkan kekompakan para pekerja yang solid dan kekuatan hidup penduduk asli yang energik. Pada tahun yang sama, Sanggar Tari TAI mendapat undangan untuk tampil dalam acara pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta, Indonesia dan Edinburgh Festival Fringe, mereka mendapat pujian dari kritikus Edinburgh Spotligt yang mengagumi tarian “That Dance Beneath the Bridge (橋下跳舞)”.


Melalui upaya keras selama bertahun-tahun, Sanggar Tari TAI secara bertahap menempatkan posisi dalam kalangan seni Taiwan dan berulang kali tampil di panggung internasional. Pada tahun 2017, di bawah bimbingan dari National Theater and Concert Hall, Taipei (NTCH) berkolaborasi dengan seniman Prancis, Roland Auzet, memadukan latar belakang budaya yang berbeda untuk menciptakan karya “Terrace on the Hill (山上的露台)”.


Pada tahun 2022, Sanggar Tari TAI berkolaborasi dengan EkosDance Company Indonesia menampilkan tarian “Ita” dan “Ari-Ari”. Karya “Ita” merupakan hasil ciptaan dari Watan Tusi yang terinspirasi dari musik Dangdut Indonesia. Musik “Dangdut” dan “lagu balada penduduk asli Taiwan” memiliki kesamaan, ini juga menjadi musik yang diciptakan untuk menghibur para pekerja Indonesia yang merantau meninggalkan kampung halamannya, mengarungi samudera. Dengan mengangkat tema “Terpisah”, Watan Tusi bereksplorasi di bawah nuansa musik yang berbeda, gerakan tubuh yang mengayun dalam keterasingan sehingga menciptakan jalinan hubungan antara penari Taiwan dan Indonesia.


Selain tarian, karya seni TAI juga melibatkan sastra penduduk asli maupun tema-tema tentang tubuh dan musik, juga memerhatikan isu-isu terkait situasi penduduk asli masa kini dan lingkungannya. Sementara itu, hal yang paling unik dari sanggar tari TAI adalah “gerakan langkah kaki” yang mereka himpun selama bertahun-tahun, yang disebut dengan 「腳譜」(dibaca : Jiǎo pǔ, artinya suara gerakan kaki) adalah suatu metode dasar gerakan kaki untuk suatu pertunjukan. Watan Tusi sangat menyukai bunyi yang dihasilkan ketika kaki menghentak lantai, di mana tubuh tengah berinteraksi dekat dengan tanah, baginya gerakan ini adalah cara memanggil roh leluhur. Oleh karena itu, ia mempelajari dengan seksama tarian tradisional penduduk asli, hingga saat ini dia telah merangkum suara dan ketukan menjadi 82 bentuk. Melalui setiap pertunjukan dan eksperimen membuat gerakan kaki penari TAI semakin mantap dan beragam, serta menjadi bagian yang wajib ditampilkan dalam setiap pertunjukan mereka.